Dreamland-Bali, I Just Can't Stop Loving You

Bali sekarang telah menjadi salah satu tujuan liburan favorit buat saya. Pertama kali ke Bali tahun 2005 dan baru kesana lagi tahun kemarin(2013). Tidak ada kesan istimewa waktu ke Bali yang pertama kali, mungkin karena waktu itu perginya buat study tour dengan jumlah rombongan yang besar, jalan-jalannya buru-buru dan cukup melelahkan karena kita dua malam tidur di bus. Seru si, tapi..

Berbeda dengan kepergian tahun kemarin yang mana saya sudah punya penghasilan sendiri, sudah bisa memutuskan tinggal dimana, mau kemana, mau melakukan apa saja disana. Nah pas liburan tahun kemarin itu lah Bali berhasil menimbulkan kesan yang sangat mendalam, ternyata bener bahwa alam Bali sangat indah dan suasanya sungguh nyaman, yess holiday is everyday in Bali. Sejak saat itulah rasanya saya pengen terus mengunjungi Bali, minimal setahun sekali. Thank God tahun ini saya bisa mengunjunginya di bulan Maret kemarin dan untuk tahun depan tiket ke Bali juga sudah di tangan!

Tempat favorit saya adalah Bali Selatan. Bali selatan yang daerahnya tidak seramai Kuta, Seminyak di utara banyak memiliki pantai-pantai bagus dengan tipikal ombak besar dan bertebing di sekitar pantai-nya.Dan, pantai favorit saya di Bali Selatan adalah one of the popular beach: Dreamland!

Dreamland

Beberapa teman saya yang sering ke Bali bilang kalau Dreamland sudah tidak sebagus dulu lagi. Katanya sekarang sudah kotor dan ramai. Satu sisi saya merasa beruntung dulu ga sempat ngerasain pantai Dreamland kaya apa, jadi gak perlu ngebandingin karena dengan kondisi yang sekarang saja menurut saya Dreamland masih baggus banget.

Masih gak habis pikir buat saya kenapa Dreamland bisa memiliki pantai dengan pasir putih-atau kuning gading lah, padat dan ajaibnya ga ada batu sama sekali, bahkan kerikil! Jadi kalau kita berenang di pantainya serasa kaya sedang kolam yang luas dan kita dikasih bonus sama alam berupa ombak yang asyik banget buat main-main.

Oh ya di Dreamland ada namanya Kelapa Resort, disana kita bisa having a fancy lunch or dinner. Kalau sarapan kayaknya belum bisa, karena tiap kali kesana pagi, bli bli nya pasti lagi beres-beres. Kelapa sendiri terletak diatas tebingnya Dreamland. Dengan lokasinya itu Kelapa sangat menyenangkan buat santai minum sambil dan nunggu sunset. Selain itu Kelapa juga punya infinity pool yang juga kayaknya seru buat dicoba.

Tips dari saya jika bekunjung ke Dreamland pilih di pagi pas ibu-ibu yang nyewain payung lagi pada bersiap, pas cuaca belum terlalu panas, dan pas masih sepi jadi bisa berenang bebas dan feels like a private beach. . Kalau pagi kita juga bisa beruntung dapat harga murah buat sewa payung yang posisinya di depan pantai. Lalu.. cabutlah sebelum jam 12 pas matahari mulai panas banget dan pantainya jadi ramai.


salam,
Ian




0 comments:

Dulu dan Sekarang: Berubah

Semalam saya datang ke acara festival film German di Goethe. Menonton film-film festival adalah salah satu hobi saya dari dulu. Bahwa dulu pas suka pinjem film di vcd rental di Semarang, saya suka memilih film film yang pernah masuk festival. Cirinya gampang saja untuk menemukan film yang dimaksud, biasanya di cover film ada logo berupa tulisan tulisan yang diapit 2 helai daun-saya gak tahu istilahnya apa untuk menyebut dua helai daun itu. Heheheh. Kenapa saya suka film festival? Oke, itu karena ceritanya cenderung seputar keseharian kita namun mengulik dari sisi yang kadang tidak terpikirkan dari film-film pop. Itu juga yang kadang bikin film festival jadi agak ‘dalem’ atau ‘berat’, jadi mesti pake mikir atau merenung pas nonton atau habis nonton.

Dari pengalaman nonton semalam, saya merasa kalau ternyata saya sudah lama sekali tidak nonton film-film festival sejak pindah ke Jakarta, hampir 4 tahun. Dan menariknya rasanya saya sudah berubah, saya merasa sudah tidak terlalu tertarik dengan film-film itu yang kebanyakan ngobrol dan secara alur sangat lambat. Belum lagi entah kenapa semalam dalam hati saya geli melihat penampilan teman-teman sesama penonton yang memang berbeda dibandingkan penonton film populer. Mereka nyentrik! Dan maaf kadang suka sedikit maksa (menurut saya)

Pada akhirnya saya akui orang memang berubah: seleranya, standarnya, sudut pandangnya. Saya bukan tipikal orang yang suka pakai banyak merenung lagi dalam menanggapi banyak hal yang terjadi, kayak film festival. Saya prefer yang simple-simple saja. It is better for me now to take everything easy, just like the pop movie. However, I still may not judge (even laugh at) people’s choice. I gotta give my respect to others.

Oh ya, satu yang masih jadi kekuatan film festival adalah ceritanya masih susah ketebak!

salam,
Ian

0 comments:

"Susah Sekarang, Mas"

Ini masih cerita tentang pengalaman mudik lebaran kemarin. Teman saya, perempuan, mudik bersama ke semarang dari statiun Senen. Selama menunggu kereta datang kami banyak berbincang kebetulan sudah lama juga kami tidak bertemu. Biasalah topik yang umum diperbincangkan buat kita kita yang umurnya tanggung begini adalah masalah “Kamu sekarang sama siapa, Mas? Mau kapan Mas?”.

Setelah saya jawab, giliran saya menanyakan hal serupa kepada teman saya itu.
Jawabannya sungguh mengejutkan. Biasanya jawaban standarnya adalah mau karir, baru putus blm bisa move on dan sejenisnya. Ini dengan pesimis dia jawab,
“Susah Mas sekarang”. Katanya “Semuanya kayak kamu, pada asyik main main, jalan jalan. Aku gak nemu cowo yang mikir beli rumah, menyiapkan masa depan”


salam,
Ian

0 comments:

Selamat Tinggal Tusuk Gigi

(pic : www.designbolts.cm)

Kemarin untuk pertama kalinya saya tambal gigi. Di sebuah klinik gigi diantara deretan ruko sebrangnya sevel Rawamangun saya mempercayakan dokter gigi disana untuk melaksanakan proses penambalan yang terdiri atas: pemeriksaan, pengeboran, penambalan, penghalusan, penginclongan dan trakhir pastinya pembayaran.

Awalnya saya kira bahwa tambal gigi akan panjang seperti yang pernah dilakukan oleh temen saya. Temen saya cerita waktu itu proses tambal giginya harus dipriksa dulu, terus nunggu berapa hari untuk masuk ke tahapan selanjutnya, lalu nunggu beberapa hari lagi baru ditambal. Total biaya untuk menambal 1 buah gigi saja jatuhnya 2 jutaan.

Nah, agak surprised kemarin karena setelah proses registrasi yang ga sampai 5 menit saya pun dipanggil untuk eksekusi pemeriksaan gigi dan proses nambal. Saya sempet nanya kok cepet langsung tambal saja. Sang dokter pun menjelaskan kalau memang giginya ga terlalu parah, proses tambal bisa langsung dilaksanakan, jadi tergantung kondisi gigi nya.

Satu gigi berhasil ditambal dalam waktu 20 menit. Saya seneng lihat hasilnya. Gigi saya yang awalnya coklat hitam jadi lebih bersih. Spontanlah diputuskan saya tambal 1 gigi lagi yang bolong kecil dan 1 gigi lagi yang potensi bolong. Total pengerjaan ketiga gigi saya itu kurang lebih sejaman. Oh ya, hebatnya lagi habis giginya ditambal langsung bisa makan-makan normal.

Overall saya suka hasilnya, biaya untuk tambal 3 gigi ga sampai seharga tambal 1 gigi di klinik temen saya. Dan sekarang gigi saya sudah tidak ada hitam hitamnya lagi dan yang pasti saya bisa ucapkan selamat tinggal sama tusuk gigi J.

salam,
Ian

0 comments:

Bawang!

Jadi ceritanya pas mudik lebaran kemarin saya berjumpa dengan tetangga saya yang petani. Lahan pertaniannya ada di Cepiring, Kendal. Kebetulan saat itu lahan yang dia punya sedang ditanam bawang merah. Obolan semakin menarik ketika saya cerita bahwa di dapur Ibu saya ada bawang merah yang besar banget. Saya belum pernah melihat bawang merah sebesar hampir ukuran bawang bombay yang kecil. Tetangga saya itu penasaran bawang apa itu, dan memintaku untuk memperlihatkan bawang merah tadi.

(sumber gambar: merdeka.com)

Singkat cerita, saya ambil bawang yang kebetulan masih ada dan menunjukkannya. Dia pegang, diamati sebentar lalu dengan pengetahuannya tentang ke-bawang-an, berujar
“ini bawang Filipin, lebih gede tapi kurang sengir. Lebih sengir bawangnya kita. ini nih yang bikin lokal hancur”
“emang iya”? tanya saya
“iyalah, ini permainan orang atas dan orang orang yang modalnya besar. Kan kalau impor, orang atas dapat duit, ada bea nya. Kalau yang dijual hasil garapan sendiri ya yang atas ga dapat apa-apa” jelas tetangga saya. “susah sekarang” Pungkasnya yang kemudian obrolan berlanjut dengan topik pemilihan presiden.

Menarik, sering saya dengar di televisi, baca di koran bahwa impor bahan makanan yang sering di beritakan itu menghancurkan petani, kalau pun gak menghancurkan ya menyusahkan para petani. Namun, karena kadang berita yang sering saya temui tersebut kerap dijelaskan dengan bahasa yang kompleks khas redaksi media maka berita itu pun gak ‘terserap’, menguap aja gitu, sekedar nice to know sajalah kalau impor itu gak baik.

Sederhananya dengan mendengar cerita tetangga saya itu jadi pahamlah bahwa saya akan ikut membantu dia kalau menggunakan produk lokal yang sebenarnya secara kualitas juga sama bahkan lebih baik dibandingkan impor punya.

Salam,
Ian

0 comments: