Terima Kasih AirAsia

Selalu ada yang pertama untuk segala sesuatu, termasuk dalam hal ini adalah pengalaman naik pesawat. Naik pesawat kemudian merasakan sensasi terbang dan memotret jendelanya dari dalam dengan pemandangan awan atau langit adalah cita cita saya dari kecil. Tiap kali lihat foto teman-teman saya di facebook dimana mereka berdiri dengan latar belakang pesawat atau foto jendela pesawat dengan caption-nya “off to Bali atau “always like to see the sky” dan lain sejenisnya, duh rasanya pengen banget.

Sampai kemudian di bulan Maret 2012, ingat banget bulan itu saya, hehehe saya secara kebetulan ditawari temen untuk menemaninya pergi ke Makassar buat kondangan. Diminta menemani artinya saya tinggal bawa badan dan baju doang, masalah penginapan dan tiket pesawat ditanggung oleh temen saya, Alhamdulillah.

Dan hari H pun tiba. Horee... akhirnyaa saya bisa merasakan yang namanya masuk bandara, tahu yang namanya check in itu bagaimana dan yang boom adalah saya bisa ngrasain yang namanya terbang! Yah, saya bisa terbang dan melihat rumah-rumah kecil ada dibawah saya dan yang ada diseberang jendela adalah kumpulan awan dan pemandangan langit yang luas. Indah! Norak ya? Hehehhe begitulah namnya juga pengalaman pertama.

Pengalaman naik pesawat tidak akan semenyenangkan itu kalau saja saya sudah pernah mengalaminya sejak kecil. Tiket pesawat termasuk tidak terjangkau bagi kantung saya, terlalu mahal! Sehingga tiap kali mau menempuh perjalanan jauh alternatif saya kalau gak bus ya kereta. Padahal keinginan naik pesawat semakin menggebu gebu, bahkan masuk dalam resolusi setiap menjelang pergantian tahun karena itu belum tercapai di tahun sebelumnya. Sampai kemudian AirAsia muncul dengan terobosan menawarkan tiket murah. Tiket pesawat pun menjadi lebih terjangkau dan orang-orang pun bisa merasakan yang namanya terbang.

Apa yang dilakukan AirAsia membuat persaingan dunia penerbangan semakin menarik dan yang terpenting menjadi lebih menguntungkan bagi konsumen karena setelah itu banyak maskapai lain yang menawarkan tiket-tiket promo. Sejak saat itu gampang sekali menjumpai harga tiket pesawat yang harganya hampir sama dengan tiket kereta, bahkan lebih murah. Misal rute yang sama yaitu Jakarta – Semarang, harga pesawat sering terpaut tidak terlalu jauh dengan harga tiket kereta api ekesekutif tujuan yang sama. Mahalan sedikit memang tapi dengan waktu yang dihemat bisa 5 jam jelas pesawat jadi jauh lebih murah. Kalau pas beruntung bisa mendapatkan harga yang bahkan murah bingit. Pernah saya dari Jakarta ke Semarang dapat harga dibawah 50rb, itu jauh lebih murah bahkan dibandingkan harga tiket bus.

Bepergian ke luar negeri yang dulu merupakan mimpi yang ga tahu kapan akan terwujudnya juga menjadi sebuah dream come true. Gimana gak, karena harga tiket PP Jakarta Singapore kadang malah lebih murah dibandingkan saya pulang ke Semarang.

Yang jelas, berkat AirAsia impian saya untuk bisa terbang jadi bisa terwujud. Impian saya untuk bisa traveling ke pulau-pulau lain di Indonesia juga terwujud. Sampai saat ini tidak terhitung saya sudah terbang berapa kali baik buat traveling maupun tujuan yang lain. Dan memang tidak semuanya terbang dengan AirAsia namun kesempatan itu rasanya tidak akan muncul dengan mudahnya kalau AirAsia tidak hadir dan membuat maskapai yang lain mengikuti menawarkan harga tiket murah yang terjangkau oleh saya.

Rasanya tagline AirAsia yaitu Now Everyone Can Fly bukan berarti fly yang dimaksud adalah mesti dengan AirAsia, namun lebih dari itu, bahwa dengan hadirnya AirAsia harga tiket pesawat menjadi lebih terjangkau dan impian untuk bisa terbang pun bisa menjadi kenyataan. AirAsia, Kini saya pun bisa terbang.

Foto awan dan langit yang selama ini saya pengen :)


Salam,
Ian





0 comments:

Apa itu Berkecukupan?

Tidak tahu dimulai dari mana menceritakannya, banyak sekali yang berkecamuk di kepala saya.Memang saya jarang sekali mencurahkannya disini, saya suka teralihkan dengan memosting gambar dan melihat gambar di instagram. Iya semacam pelarian. Namanya juga pelarian, saya lupa beberapa saat dengan yang berkecamuk itu pada saat berlari, namun saya akan kemabli diributkan dengan perkecamukan itu ketika kembali dari pelarian tadi.

Salah satu yang berkecamuk itu adalah tentang bersyukur. Saya bersyukur bahwa saat ini saya masih hidup, saya masih sehat, masih bisa dengerin lagu, masih bisa olahraga, masih bisa naik motor, masih bisa makan daging kambing, dan masih-masih lainnya. Saya bersyukur dengan keadaan saya sekarang karena pasti ada alasan yang sangat kuat kenapa saya ada di kondisi saya yang sekarang. Namun demikian, saya juga tetap bermimpi untuk bisa menjadi dan memilki sesuatu yang lebih baik.

Kemudian, saya jadi ingat dengan kehidupan teman saya yang hidup berpasangan. Dia menceritakan bahwa kehidupannya dengan sang pasangan sekarang ini tidak lagi semanis ketika beberapa tahun silam. Kalau dilihat saat ini kedua belah pihak secara karir dan penghasilan lebih baik, karena mereka berdua setiap tahunnya karirnya selalu meningkat. Hal itu juga berdampak pada hal hal lain penunjang hidup mereka. Liburan mereka sekarang menggunakan pesawat atau kereta, sementara mereka dulu hanya menggunakan sepeda motor, kendaraan roda dua mereka sudah berubah menjadi beroda empat, handphone mereka sudah berubah, sudah bisa untuk pesan tiket pesawat atau booking hotel, bisa untuk melihat video, dan sudah berjumlah lebih dari 2. Dulu untuk melihat video mereka menontonnya dengan menggunakan laptop yangdisusun sedemikian rupa dengan meja lipat supaya mendapat pengalaman menonton yang mirip seperti bioskop, sementara sekarang tiap kali mau menonton video cukup dengan mainkan remote dan menyaksikan videonya dari tv layar datar, sudah tidak tv tabung seperti dulu.

Mereka dulu tinggal di sebuah ruang sempit yang bahkan lebarnya tidak cukup untuk merentangkan kedua tangan, namun itu memungkinkan mereka untuk bisa terus bersama; berdekatan. Tempat tinggal mereka sekarang adalah berkali kali lipat luasnya dibandingkan yang dulu, dengan kasur lebih empuk, kamar mandi lebih bersih, dan disertai space tersisa yang cukup luas. Alat elektronik andalan mereka waktu itu adalah sebuah sebuah magic kom yang bisa membuat nasi atau memasak mie instan, berbeda dengan sekarang mereka memilki alat pemanas dan pendingin, alat masak lengkap, kipas angin besar dan kecil, mainan eletronik, dan masih banyak lagi, begitu juga dengan perabotan pengisi rumah.

Secara pencapaian kalau dilihat dari gambaran diatas adalah jauh lebih baik keadaan yang sekarang. Apa yang mereka miliki saat ini membuat hidup mereka lebih mudah. “memang lebih mudah secara kehidupan” tukas teman saya “ tapi ternyata tidak untuk kehidupan cinta kami”.

Dengan bijak teman saya menerangkan bahwa tidak dipungkiri bahwa mereka menikmati pencapaian mereka saat ini, dan mereka juga haus untuk mencapai lebih dari kondisi saat ini. Itu natural. Itu alamiah. Tapi, dulu mereka begitu bisa menikmati kebersamaan dengan maksimal karena pada saat itu fokusnya adalah keberadaan dan kebersamaan mereka itu sendiri. Saat ini kebersamaan ini sudah tidak menjadi fokus lagi, kalaupun adalah sebuah fokus maka harus bersaing dengan fokus lain seperti, pekerjaan, juga kesenangan lain yang diberikan oleh benda-benda yang mereka miliki saat ini. Lebih banyak pilihan untuk menuju kebahagian dibandingkan dulu lebih tepatnya, begitu kata teman saya. Mungkin itu memang yang harus dibayar untuk mencapai semua ini. Kata lainnya adalah pengorbanan. Dan itu juga adalah alami.

Teman saya kemudian menasehati “ingatlah kamu bahwa segala sesuatu memang harus dibayar-ada pengorbanannya, bahwa akan lebih hidup dan menyenangkan tatkala disediakan banyak pilihan. Namun, behati-hatilah, jangan biarkan pilihan-pilihan yang banyak tersebut akan mengalihkanmu pada pilihan yang sebenarnya kamu cari, kamu rindukan; kebersamaan dengan pasangan, saling membutuhkan, dan quality time.

0 comments: