Bawang!

Jadi ceritanya pas mudik lebaran kemarin saya berjumpa dengan tetangga saya yang petani. Lahan pertaniannya ada di Cepiring, Kendal. Kebetulan saat itu lahan yang dia punya sedang ditanam bawang merah. Obolan semakin menarik ketika saya cerita bahwa di dapur Ibu saya ada bawang merah yang besar banget. Saya belum pernah melihat bawang merah sebesar hampir ukuran bawang bombay yang kecil. Tetangga saya itu penasaran bawang apa itu, dan memintaku untuk memperlihatkan bawang merah tadi.

(sumber gambar: merdeka.com)

Singkat cerita, saya ambil bawang yang kebetulan masih ada dan menunjukkannya. Dia pegang, diamati sebentar lalu dengan pengetahuannya tentang ke-bawang-an, berujar
“ini bawang Filipin, lebih gede tapi kurang sengir. Lebih sengir bawangnya kita. ini nih yang bikin lokal hancur”
“emang iya”? tanya saya
“iyalah, ini permainan orang atas dan orang orang yang modalnya besar. Kan kalau impor, orang atas dapat duit, ada bea nya. Kalau yang dijual hasil garapan sendiri ya yang atas ga dapat apa-apa” jelas tetangga saya. “susah sekarang” Pungkasnya yang kemudian obrolan berlanjut dengan topik pemilihan presiden.

Menarik, sering saya dengar di televisi, baca di koran bahwa impor bahan makanan yang sering di beritakan itu menghancurkan petani, kalau pun gak menghancurkan ya menyusahkan para petani. Namun, karena kadang berita yang sering saya temui tersebut kerap dijelaskan dengan bahasa yang kompleks khas redaksi media maka berita itu pun gak ‘terserap’, menguap aja gitu, sekedar nice to know sajalah kalau impor itu gak baik.

Sederhananya dengan mendengar cerita tetangga saya itu jadi pahamlah bahwa saya akan ikut membantu dia kalau menggunakan produk lokal yang sebenarnya secara kualitas juga sama bahkan lebih baik dibandingkan impor punya.

Salam,
Ian

0 comments: